Adab yang Terabaikan
“Apa, pak?”
“Rumah ini mau dijadikan agunan utangnya juga?”
“Salim itu salah, pak! Kenapa juga selalu bapak bela?”
“Masih belum cukup mobil yang tergadai karena dia!”
“Pikir, dong, Pak!”
Kalimat kasar dengan nada tinggi Mas Rowo terdengar dari rumah tetangga kami sabtu sore itu. Ini kali ketiga kami mendengarnya, sepertinya memang ada sesuatu yang mereka perselisihkan. Namun haruskah dengan kalimat kasar bernada tinggi komunikasi yang terjadi antara bapak dan anak ini? Sedih juga kami mendengarnya.
Mas Rowo adalah putra pertama tetangga kami, Pak Sabar. Beliau seorang ASN departemen agama di kota kami. Perangainya memang kasar, berbeda dengan adik laki-lakinya, Mas Salim.
Meski dengan perangai berbeda, keduanya sama-sama tak pernah menjenguk keberadaan Pak Sabar beserta istri. Bahkan kabarnya jika Mas Salim ini datang ke rumah Pak sabar, dia hanya meminta uang saja dan setelah mendapatkannya dia pun pergi berlalu begitu saja. Jikalau salah satu atau keduanya datang bersamaan biasanya sering terdengar suara perselisihan diantara mereka.
Pernah suatu hari Pak Sabar dan istri jatuh sakit bersamaan. Sendi pinggul Pak Sabar kecetit hingga kaki beliau tak bisa digerakkan. Maka selama seharian Pak Sabar hanya bisa duduk sembari meluruskan kaki saja, sedangkan kondisi sang istri juga belum pulih dari penyakit gangren yang menyerang kaki kanan beliau. Sehingga untuk menutup pintu rumah saja, kedua bapak ibu sepuh ini benar-benar tak kuasa.
Akhirnya kami para tetangga yang membantu menutup pintu rumah malam itu, sembari berniat menjenguk kembali keduanya dikeesokan harinya. Namun puji syukur esok harinya ternyata datang saudara Bu Sabar dari luar kota yang berkenan memboyong dan merawat keduanya hingga sembuh kembali.
Lalu bagaimana dengan kedua putranya?
Kabar buruknya kedua putra beliau tak ada satupun yang menjenguk dan juga peduli akan keadaan Pak Sabar beserta istri. Ironisnya rumah kedua putranya ini masih berada dalam satu kota.
Begitulah kondisi Pak Sabar dan istri diusia senjanya, terasa sepi dan sendiri tanpa kehangatan keluarga. Tak ada kepedulian dengan cinta kasih dari kedua putranya, pun tak ada penyesalan dari keduanya atas perangai mereka kepada kedua orang tuanya.
Yang mereka berikan hanyalah amarah dan tuntutan hak sebagai anak saja, padahal mereka sudah bukan anak-anak karena mereka sudah berkeluarga.
Sebagai tetangga, kami perihatin dengan kondisi Pak Sabar di usia senja ini.
Related: Yuk, Ngulik tentang Bahasa Sebagai Alat Komunikasi dan Perkembangannya pada Anak Hingga Dia Remaja!
Padahal jika mau ditelisik, Mas Rowo dan Mas Salim ini juga bukan orang yang nggak pernah “makan bangku sekolah-an”, mereka berdua disekolahkan Pak Sabar hingga jenjang perguruan tinggi. Selain itu istri Mas Rowo (yang ASN dan pemarah tadi) juga lulusan dari pondok pesantren, yang notabene harusnya bisa mengingatkan perangai suaminya.
Namun perihatinnya kami melihat mereka “ringan banget” mengabaikan kondisi Pak Sabar dan istrinya, sekalipun keduanya dalam kondisi sakit.
Entahlah, tertinggal dimana akhlak dan nurani mereka ini?
Pentingnya Adab diatas Ilmu
“Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” sabda Nabi Muhammad SAW
(HR. Tirmidzi no. 1162)
Setiap orang bisa saja berilmu tinggi, bisa saja bersekolah hingga jenjang paling tinggi, bahkan mampu mencapai posisi tertinggi dalam pandangan masyarakat. Namun jika dia tak beradab? Rasanya gugur sudah semua ilmu dan pengetahuan yang dimiliknya karena dia tak menghasilkan sebuah kebaikan hingga tak bisa dijadikan tauladan. (Adab Diatas Ilmu, Imam Nawawi)
Seperti kisah Mas Rowo dan Mas Salim, kedua putra Pak Sabar di atas. Sedih banget melihatnya.
Berilmu dan mempunyai jabatan bagus, tapi adabnya kurang sehingga kami pun enggan berkomunikasi dan males respek pada keduanya.
Menurut Imam Nawawi dalam buku beliau Adab Diatas Ilmu menjelaskan, bahwa pada amal-amal ibadah yang tak dihiasi dengan adab ternyata juga tak bernilai apa-apa, loh. Hal ini tak lain karena adab merupakan pondasi agama, dimana adab merupakan penerapan dari akhlak-akhlak mulianya.
Dan Rusullulloh Saw pun juga bersabda bahwa sebaik-baiknya manusia dalam pandangan Alloh Swt adalah manusia yang paling baik akhlaknya.
Jadi jika kita ingin menjadi sebaik-baiknya manusia tentu dengan memperbaiki dulu akhlaknya.
Dengan apa? Ya, dengan ilmu agama.
Agar kita bisa menjadi pribadi yang selalu berusaha menjaga dan memperbaiki akhlak, hingga bisa menjadi pribadi yang beradab. Karena hakikatnya kita ini hanya manusia biasa, hamba Alloh Swt yang sangat lemah.
Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
(Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi).
Salam,
–Kinan-
31 Komentar. Leave new
Betul kak. Pentingnya mendahulukan adab daripada ilmu. Sayangnya masih banyak ditemui orang-orang berilmu namun miris akan adabnya sehingga mudah merendahkan orang lain karena merasa ilmu jauh lebih tinggi.
Benar Mbak Nuny, perihatin juga dengan kondisi ini.
Nggak jarang sih melihat orang-orang seperti putranya Pak Sabar. Miris sebenarnya. Makanya, kita harus mulai dari diri kita sendiri bahwa adab teramat sangat penting sekali. Nggak bisa diabaikan.
Benar Mbak Yuni dimulai dari diri kita dan keluarga kita sendiri dulu.
Untuk menjaga selalu adab atau pun norma beragama, bismillah akhlak kita dan keluarga selalu terjaga, aamiin.
adab, etika, sopan santun emang bisa dibilang landasan hidup bermasyarakat yaa, ewuh pakewuh tuh mesti jalan, kepada orang yang senior, dituakan dan juga yang berilmu, pun yang berilmu pun semestianya paham sama adab
Benar Mbak Wulan, harusnya ya kan sudah diajarkan, yak?
Tapi kembali pada pribadi masing-masing memang.
mashaAllah terimakasih remindernya mba. semoga anak-anakku jadi anak yg baik akhlaknya ya Allah aamiin
Aamiin
Reminder buat saya juga koq mbak, mangkanya ku tulis di sini.
Ada banyak orang pintar tapi minim adab. Buat saya semua keunggulannya langsung luntur. Ga ada nilainya. Tidak jauh jauh, founder komunitas blogger saja banyak yang pintar, jago dan mumpuni, tapi kalau tidak ada adabnya, mentang-mentang kepada member buat saya sama sekali tidak berharga
Semoga kita dijauhkan dari adab-adab buruk, ya mbak.
Bismillah akhlak dan nurani kita selalu terjaga, aamiin.
Adab memang yang utama sih karena itu akan terus terbawa.
Pastinya jadi pembelajaran buat kita, dan semoga dalam keadaan baik dengan dipublikasikannya kisah hikmah ini
betul, sebab jika kita melakukan sesuatu kalo dengan ilmu jaid lebih tenang iabarat ada landasan bertindak lah ya..
Setuju banget memang sudah seharusnya sih adab itu di atas ilmu. Banyak yang berilmu tinggi tapi kurang beradab di masyarakat. Ketika tahu bahwa kedua org tua sakit seharusnya anak yg sebagai terdekat ikut peduli ya.
Emang ya buat bisa jadi sebaik-baiknya manusia tentu kudu memperbaiki dulu akhlak dan adabnya ya. Baik yg habluminnallah sekaligus yg habluminnanas ini.
Astagfirullah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang demikian.
Penting sekali mengajarkan adab kepada anak-anak kita sejak dini ya, Mbak.
orang kalau udah kelihatan bagus adabnya, udah pasti bagus ilmunya sih. kayak udah otomatis aja gitu. makanya penting banget ya mengedepankan adab.
Keluarga adalah madrasah pertama anak. Belajar dari anak-anak Pak Sabar, sebagai orangtua kita harus mengajarkan adab yang baik kepada anak. Dan nggak terlalu menuntut soal prestasi, nilai, ranking.
Maaf nih mba, bukannya menyalahkan Pak Sabar & istrinya, tapi anak adalah cerminan orangtuanya. Inilah kenapa beban orangtua itu sangat berat.
Benar mbak, beban orang tua memang berat.
Karena itu kami perihatin dengan kondisi Pak Sabar beserta isteri diusia senja beliau ini.
Betul sekali, Mbak. Sudah berapa banyak orang pintar di negeri ini yang justru masuk bui alias dipenjara karena tidak berakhlak. Pintar saja tidak cukup. Harus mengutamakan adab dan akhlak yang lebih utama.
Yess, Mas Firman.
Tanpa adab gugur sudah segala titel yang membersamainya.
Semoga kita terjauhkan dari hal-hal sedemikian.
Naudzubillah min dzalik, semoga Allah melindungi kita dan keturunan2 kita dari kurangnya adab. Sedih membayangkan hari tua semacam itu
Aamiin, semoga Alloh Swt selalu melindungi kita dan anak keturunan kita.
Iya mbak, perihatin melihatnya.
Semoga anak-anak kita dijauhkan dari perbuatan seperti mas Rowo dan mas Salim. Ada yaaa anak-anak seperti itu tidak punya adab untuk berbakti dan terima kasih ke orang tua. Apalagi mereka sudah sepuh dan sakit-sakitan.
Sebuah pengingat bagi saya , menjadi orangtua dari dua remaja. Setuju sekali jika adab itu di atas ilmu. Amal-amal ibadah yang tak diirngi dengan adab ternyata akan tak bernilai apa-apa dan adab merupakan penerapan dari akhlak-akhlak mulia.
Zaman sekarang lebih mementingkan ilmu dibandingkan adab. Alm. Kedua orangtuaku selalu mengedepankan adab. Walaupun kami keluarga yang sederhana, yang penting punya adab yang baik.
Memang memiliki adab yang baik lebih penting ya, mbak
Mirisnya kelakuan orang-orang yang seperti anaknya Pak Sabar itu sering kita temui ya…
Kita juga sering melihat di televisi, orang-orang yang memiliki ilmu tinggi tapi tidak beradab.
Sayang sekali, ilmu tinggi kalau tidak beradab.
Yap, dahulukan adab dibanding ilmu. Karena percuma berilmu namun tak beradab. Astaghfirullah…. Maka penting bagi kita sebagai tenaga pendidik untuk mendidik generasi kita perihal adab terlebih dahulu.
Makasih remindernya, Mbak. Sebagai orang tua baru, setelah membaca kisah tadi, bikin sedih. Semoga saya bisa mendidik anak yang memperhatikan adab dalam Islam, hingga ilmunya bisa mengikuti dengan baik
Bener banget. Sekarang ini banyak orang pinter namun keblinger. Lupa bagaimana beradab di keluarga dan masyarakat. Semoga keturunan kita dijauhkan dari yang demikian. Amiin
Kalau menurut komentar saya mas Rowo dan mas Salim ini nggak berilmu ( apalagi beradab) kalau saja mereka menuntut ilmu atau belajar dengan baik maka ada aturannya ada ilmunya bagaimana memperlakukan orang tua. Kalau di ilmu umum memang hanya didapat dalam PKn mungkin ya? Tapi dalam ilmu agama birul walidain ini dibahas lengkap.
Semoga Allah memberi hidayah pada kedua anak pak Sabar dan bisa berlaku sebagai anak sebagaimana diajarkan dalam agama Islam
Mas Rowo ini ASN Departemen Agama, loh Bun. Isteri beliau juga lulusan pondok pesantren.
Apa iya, beliau nggak tahu ilmu Birul Walidain???