Untuk bekal cucu-cicitnya mengenal sosok luar biasa Uti nan sederhana ini, juga kegigihan putra-putri beliau dalam memperjuangkan mimpinya.
Pada masa itu bagi sebagian masyarakat, jika anak perempuan sudah datang bulan berarti dia sudah akil baligh dan siap menerima pinangan.
Jadilah Uti menjadi pendamping kedua Mbah Kakung yang Kepsek Sekolah Rakyat di salah satu desa kecil yang sekarang menjadi kecamatan di sebuah daerah Kabupaten Probolingo. Sedangkan istri pertama Mbah Kakung meninggal sebelum menikah dengan Uti dengan meninggalkan delapan putra-putri yang sudah remaja dikarenakan sakit.
Saat itu usia Mbah Kakung sekitar empat puluh tahun, beliau kelahiran tahun 1901 dan usia putri kedua Mbah Kakung dari istri pertama tidak terpaut jauh dengan usia Uti.
Pada masa itu, mempunyai anak banyak adalah hal yang biasa, mungkin dikarenakan pasca perang dan belum terlalu banyak hiburan.
Perjalanan panjang Utiku dalam membesarkan keenam putra-putrinya sendirian pun dimulai.
Kondisi yang tidak mungkin di zaman sekarang.
Namun atas wasiat Mbah Kakung dikarenakan menyadari kekurangan Uti ini, akhirnya pengelolaan keuangan sebelum Mbah Kakung meninggal diserahkan pada putri kedua beliau dari Ibu pertama.
Kondisi ini mengakibatkan untuk sementara waktu, Uti dengan keenam putra-putrinya harus ikut satu rumah dengan keluarga besar Bu Dhe H di rumah besar Mbah Kakung.
Memang dibanyak situasi, menjadi istri kedua atau pun diduakan sebagai istri, mempunyai ketidak-nyamanan yang sama. Baik di pihak perempuannya maupun pada pihak anak-anaknya.
Sepertinya kenyamanan hanya di pihak kaum adam saja.
Untuk mempertahankan hak dikala ilmu yang dipunyai sangatlah terbatas dan ketidak-berdayaan karena dipinang kala usia masih belia, serta jauh dari kedua orang-tua beliau. Hal ini membuat Uti nyaris tidak siap menghadapi kerasnya dunia dengan beban tanggung-jawab yang luar biasa besar.
Singkat cerita wewenang pengelolaan keuangan diambil-alih oleh keluarga Bu Dhe H sesuai kebijakan keluarga besar Mbah Kakung atas persetujuan saudara-saudara Bu Dhe H tentunya.
Situasi yang sangat tidak nyaman, baik dalam posisi Uti maupun kelima putra-putrinya, terutama karena terdapat satu orang putra dan satu orang putri Uti yang harus terpisah di dua kota yang berbeda.
Putra kelima Uti harus ikut putra ketujuh Mbah Kakung dengan alasan yang sama, juga untuk disekolahkan. Sedangkan putra keenam Uti karena masih dalam buaian, tetap dalam pengasuhan Uti.
Ada satu kondisi yang amat krusial, hingga mengakibatkan Ibuku (putri ketiga Uti) harus keluar dari rumah putri keenam dari istri pertama Mbah Kakung ini di pagi buta. Ibuku kecil berjuang pulang kembali ke rumah Uti, yang jaraknya tidak dekat karena di luar kota.
Kondisi yang hampir mirip dialami juga oleh keempat saudara Ibu.
Akhirnya keempat putra Uti kembali pulang ke rumah Uti. (setelah pisah rumah dengan Bu Dhe H) Untuk mendapatkan perlindungan, hak sebagai anak juga kasih sayang, meskipun mereka berempat menyadari akan keterbatasan yang Uti punya. Salah satunya adalah mimpi untuk bersekolah yang bakalan susah terwujud.
Karena keempat putra-putri Uti termasuk pelajar yang lumayan bersemangat dalam belajar, jadi di sekolah mereka selalu bisa diandalkan. Bahkan putra kelima beliau alhamdulillah termasuk pelajar berprestasi dan pernah dikirim sebagai pelajar teladan di tingkat propinsi.
Tentu merupakan satu kebanggan tersendiri bagi keluarga kecil Uti yang penuh dengan keterbatasan ini.
Beliau berkenan menerima ibu (putri ketiga Uti) sebagai tenaga pendidik di TK-nya meskipun Ibu masih berstatus pelajar SMA. Begitu pula dengan Bapak Kepsek tempat Ibuku sekolah SMA. Beliau juga berkenan memberikan dispensasi terlambat masuk kelas dalam proses belajar mengajar. Karena ibu baru bisa masuk sekolah setelah pulang mengajar TK.
Bagi Ibuku kondisi ini sangat disyukuri, karena bisa menambah income untuk biaya sekolah di paruh waktu Ibu sebagai pelajar SMA.
Mendapatkan kesempatan bisa bekerja sambil sekolah tentu sangat disyukuri. Oleh karena itu dengan penuh semangat putra Uti bekerja secara total dan selalu bersungguh-sungguh dalam belajar. Walaupun sebagian kecil waktu untuk bersenang-senang pun hilang.
Begitu pula putri pertama Uti yang dinikahkan. Bersyukur pula karena adanya program penyetaraan sekolah dari pemerintah kala itu, akhirnya putri pertama Uti bisa bersekolah lagi.
Namun bagi Utiku kondisi tersebut tidak terlalu merisaukannya. yang ada dalam pemikiran beliau adalah terus bertahan dan memutar otak bagaimana bisa bertahan hidup dan melihat putra-putrinya bisa menggapai semua mimpinya.
Andaikata masih kurang, Uti akan menjual jarit-jarit kesayangan yang masih bagus pemberian Mbah Kakung atau jarit kesayangan pemberian orang tua Uti ke pasar untuk terus bisa bertahan hidup.
Serta puncaknya, tujuh belas tahun kemudian ketiga putra Uti yang dinas di Pabrik Gula sudah berada di level Karyawan I Pabrik Gula. Bekerja di pabrik gula pada era tahun 1980-2000 merupakan perusahaan BUMN yang menawarkan gaji dan fasilitas yang membuat banyak orang menginginkan posisi yang diperoleh ketiga putra Uti ini. Situasi ini cukup membanggakan bagi keluarga kecil Uti. Lelah Uti pun terbayar sudah, tergantikan guratan bahagia.
Bisa jadi karena hal ini pulalah yang mengakibatkan kegigihan kelima kakaknya dalam menggapai jatuh-bangunnya mimpi, belum terwarisi pada adik bungsu mereka.
Namun apapun kondisinya Uti selalu berdoa demi kondisi yang lebih baik bagi putra-putri beliau beserta keluarganya.
Selamat jalan Uti, semoga Alloh Swt mengampuni segala dosa beliau, menerima segala amal-ibadahnya, melapangkan kuburnya dan menempatkan Uti bersama orang-orang yang sholeh. Amin
“Dan mintalah kepada Alloh dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya sholat itu amatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”
(QS Al Baqarah: 45)
With love,
Risensi, menyusul ya Sobat. ^_^
38 Komentar. Leave new
Maasya Allah mba aku terhanyut baca kisahnya, seolah-olah ikut merasakan perjuangan mbah uti…:)
Makasih mbak. ����
Masyaallah, perjuangan seorang mbah putri. jadi ingat mbah kakung aku, beliau enggak pernah neko2 orangnya, sering ngasih duit ke cucu padahal enggak ada uang. tapi bela2in jualan ini itu demi bisa ngasih duit ke cucu. terus kalo cucunya udah pada kerja dan kasih uang ke mbah kakung, duitnya disimpan enggak mau di pake katanya dari cucu harus di simpan. pengen nangis dan kangen. mbah kakung sebelum meninggal pun sempat2nya ke solo naik sepeda ontel padahal dari sragen lumayan jauh, cuma beli buah2an demi cucu2nya, duh jadi baper hiks hiks.
Ya Alloh mbak, jadi baper juga Mb Stef.
Memang kasih sayang mbah kita nggak pernah diwujudkan dengan materi ya mbak.
Datang dari Solo ke Sragen naik sepeda engkol, bikin hati serasa luluh, pingin nangis, pingin peluk. ��
Masyaallah, begitu beratnya perjuangan seorang ibu dengan segala keterbatasannya. Semoga jerih payah Beliau menjadi ladang amal yang tiada putus. Aamiin.
Aamiin Ya Robb.
Makasih doanya Mbak Hepy.
MasyaAllah tabarakallah perjuangan uti. Aku terharu bacanya. Dengan segala keterbatasan Allah berikan kemudahan. Allah anugrahi rejeki yang baik untuk anak-anak uti yang merupakan hasil dari kegigihan dan sabarnya uti. So inspiring
Aku larut membaca tulisanmu mba..
Makasih mbak. Buat jejak cucu cicitnya mengenal sosok leluhurnya. ����
Mrebes mili aku mba baca perjuangan Uti… Namun, Allah yang Maha Memberi Rezeki, nyatanya Allah cukupkan semua kebutuhannya… Semoga husnul khotimah…
Iya Mb Dwi.
Alloh Swt Maha Kaya, Maha Baik, Maha Pengasih dan Maha Besar.
Alhamdulillah dibukakan pintu2 kebaikan untuk putra putri beliau, walaupun tak mudah di awal.��
Kisah yang sangat inspiratif dan bisa jadi cerita untuk anak cucu. Kita bisa mabuk dari pelajaran ini ya mbak
Benar Mis Juli.Inspirasi nilai kehidupan dari orang-orang terdekat, selalu menghiasi hari-hari kita tanpa kita sadari.
Bikin kita tambah ilmu nilai-nilai kehidupan.
Bukan begitu Mis?
Perjuangan uti seperti dalam cerita senetron ya. Salut dg perjuangannya…
Iya Bunda Lies. Cerita kehidupan memang mirip sinetron televisi.
Masya Allah sebuah perjuangan yang melelahkan yang jadi berkah bagi anak keturunan ya Mbak..
Al Fatihah buat Utinya Mbak Nanik yang luar biasa 🙂
Makasih Mb Dian.
Al Fatehah…
Jadi ingat mamaku, single parent juga di usia muda dengan 9 orang anak. Qadarallah, Bapak Rahimahullah meninggal tanpa meninggalkan harta yg banyak.
Masya Allah, selalu suka dan terinspirasi dari kisah2 perempuan tangguh.
Pasti juga berat dengan 9 orang anak terus melanjutkan hidup tanpa pendamping tercinta.
Semoga Ibunda Mb Haeriah selalu sehat dan bahagia ya mbak.
Aamiin
Aamiin. Terima kasih doa untuk mamaku, mba.
Kalau mengikuti kisahnya, kenapa ya orang zaman dulu tegar banget. Kalau zaman sekarang kan dikit-dikit mengeluh. Padahal zaman dulu engga ada apa-apa dibanding sekarang. Al Fatihah untuk Uti ya. Semoga keturunan beliau menyontoh perjuangan Utinya…
Karena Zaman dulu nggak ada media elektronik dan media sosial kek nya Mb Hani, hehe.
Jadi kalu mengeluh ya sama Gusti Alloh Swt saja. Jadi "keep strong" jalan keluarnya.
Sepertinya sih. ��
Aamiin.
Makasih Mbak Hani.
Al Fatihah …
MasyaAllah mbak, aku jadi teringat perjuangan kakung ama uti ku juga. Perjuangan menghidupi 8 orang anaknya demi masa depan yang lebih baik. Kemana-mana naik sepeda tuanya menjemput rezeki bagi putra putri beliau (jadi kangen ama mbah kakung aku mbak)
Iya ya mbak. Orang-orang zaman dulu benar2 sabar dan tabah.
Tujuan hidup beliau hanya yang terbaik buat anak-anaknya, walau fasilitas dan keahlian tak banyak.
Sungguh perjuangan yang luar biasa mba. Apa pun keadaannya kita memang harus berusaha dengan keras. Tapi, aku tidak dapat membayangkan menikah di usia muda.
Iya mbak. Zaman dulu, sudah akil baligh dah diperbolehkan dipinang orang mbak. ��
Masya Allah, Uti sampean sosok yang tegar, ya. Sungguh tidak mudah membesarkan 6 anak dengan kondisi single mom. Insya Allah, beliau wanita salihah. Berpulang dalam keadaan lega karena anak-anaknya sudah 'jadi orang' semua.
Allahummaghfirlaha warhamha waafihi wa'fuanha…
Aamiin Ya Robbalalamin.
Makasih doanya Mb Tatiek.
Mewek mba…jadi ingat sama uti-ku juga. Hiks…Inspiratif perjuangan seorang uti pasti tulus ikhlas buat putra putrinya. Semua terbayar lunas saat perjuangnnya membushksn hasil ketika putr-putrinya sukses. Semoga Uti tenang di sana. Alfatikah…
Makasih Mb Erny.
Al Fatihah …
masyaa Allah.. mbah uti segitu banget ya perjuangannya. salut deh..
Iya Mb Aprilely.
Alhamdulillah beliau akhirnya bisa mengantarkan putra-putrinya menjadi pribadi yang bermanfaat. ��
Maa syaa Allaah, kisah yang menginspiratif sekali mbak. Alhamdulillaah di tangan mbak, nama dan perjalanan Uti jadi abadi meski beliau kini telah tiada. Namun telah meninggalkan pelajaran yang sangat berharga untuk anakcucunya dan semua orang yang membaca cerita mbak tentang perjalanan beliau ini.
MasyaAllah so inspiring
Orang2 zaman dulu ini emng hebat2 ketabahan dan kegigihannya
Jadi malu sebagai generasi yg serba mudah kalau ngeluh
Kisahnya menginspirasi sekali mba, bagaimana seorang ibu yang dengan gigih dan pantang menyerah merawat dan membesarkan anak anaknya
Ya Allah mbak, saya rasa beneran terhanyut baca tulisan ini
Perjuangan mbah uti sungguh luar biasa
Iya Mb Ida.
Sama2 berjuang demi orang-orang terkasih kita, ya mbak.